Cilacap - Kepala Staf Kodim (Kasdim) 0703 Cilacap Mayor Inf Saeroji menghadiri kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) secara virtual dalam rangka pembahasan langkah konkret pengendalian inflasi di daerah tahun 2023, bertempat di ruang Prasandha Rumah Dinas Bupati Cilacap, Jln. Jenderal Sudirman No. 32 Cilacap, Rabu (08/02).
Hadir dalam kegiatan tersebut, PJ. Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar, S.K.M., M.Sc., M.Si, Sekda Kabupaten Cilacap Awaludin Muuri, A.P., M.M beserta para Asisten Sekda, unsur Forkopimda, Kasdim 0703 Cilacap Mayor Inf Saeroji, Wakapolresta Cilacap Kompol Suryo Wibowo, S.I.K, Kasi Kejaksaan Negeri Cilacap Very, para Kepala OPD, Dinas/Instansi, dan Stakeholder terkait.
Rakor Pengendalian Inflasi dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D. yang dihadiri secara daring oleh pejabat TNI Polri, Badan Pusat Statistik, Badan Pangan Nasional, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM/BP Migas dan Lembaga/Stakeholder nasional terkait lainya dan diikuti secara virtual oleh seluruh pemerintah tingkat daerah di seluruh Indonesia.
Mengawali Rakor, Mendagri memaparkan kondisi inflasi Nasional di wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, diantaranya 10 Provinsi dengan Inflasi tertinggi diantaranya Sumbar 6, 81, Riau 6,72, NTT 6,65, Sultra 6,57, Jatim 6,41, Maluku 6,39, Kalsel 6,11, Jambi 6,07, Jabar 6,6, DI.Yogyakarta 6,5.
Sebanyak 10 Provinsi dengan Inflasi terendah diantaranya Banten 4,97, Kep.Babel 4,94, Kaltim 4,90, Kepri 4,85, Kaltara 4,74, Sulbar 4,26, Sulut 4,00, Pabar 3,85, DKI Jakarta 3,83, Malut 3, 47.
Dari data Badan Pusat Statistik, bahwa sebaran inflasi tahun 2023, secara tahunan (Year to Year) seluruh kota mengalami Inflasi sebesar 5,28 Persen. Wilayah Sumatera inflasi tertinggi di Kota Bukittinggi sebesar 7,17, Kalimantan di Kota Baru sebesar 7,78, Jawa di Kota Bandung sebesar 7,37, Sulawesi di Kotamobagu sebesar 7,42, wilayah Maluku Papua di Manokwari sebesar 6,08 dan terendah di Kota Sorong sebesar 3,23, Bali Nusra inflasi tertinggi di Kota Kupang sebesar 7,08 persen.
Sebagai contoh, Komoditas Penyumbang Inflasi di Kotabaru antara lain Angkutan Udara 1,81, Bahan Bakar Rumah Tangga 0,85, Bensin 0,81, Beras 0,80, Rokok Kretek Filter 0,30, dan bawang merah 0,29 persen.
Diketahui, Inflasi tinggi akan menggerus daya beli masyarakat dan apabila Inflasi rendah mengindikasikan bahwa ekonominya lesu. Kenaikan harga juga akan mengurangi daya beli masyarakat, jika tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan yang sama.
Inflasi juga dapat mendistorsi masyarakat yang menggunakan jasa keuangan dengan suku bunga tetap, sebaliknya tingkat Inflasi yang tinggi dapat menjadi sumber malapetaka seperti halnya yang terjadi di negara Zimbabwe dan krisis di beberapa negara Eropa seperti Inggris.
Sementara Deflasi, saat harga turun, konsumen menunda melakukan pembelian, jika mereka bisa mengantisipasi harga lebih rendah di masa mendatang, bagi perekonomian ini berarti berkurangnya kegiatan ekonomi, berkurangnya pendapatan yang dihasilkan oleh produsen dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Salah satu contohnya adalah negara Jepang dimana deflasi membuat hampir 10 tahun terakhir tidak ada pertumbuhan ekonomi.
Kemendagri melalui Rakor dengan menekankan kepada seluruh Kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah didukung TNI Polri, Kejaksaan sebagai pengawal/pengawas guna mencari solusi dan langkah konkret pengendalian Inflasi.
"Berupaya mengoptimalkan setiap komoditas yang berpotensi menyebabkan laju Inflasi dan melakukan pengawasan suplai distribusi komoditas dengan kerjasama Pusat dan daerah untuk mengendalikan inflasi agar tetap di angka aman 4 persen, sehingga Negara Indonesia mampu bertahan secara ekonomi meskipun secara global negara negara luar saat ini sedang mengalami krisis atau resesi,"paparnya.
(Oke)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar